25/01/16

Makalah INTERFERENSI DAN INTEGRASI



MAKALAH SOSIOLINGUISTIK
[ INTERFERENSI DAN INTEGRASI ]
Oleh :
MUHAMMAD SAYYIDUL ARWAN 13110026

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA


BAB 1 PENAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian secara internal artinya pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, morfologisnya atau struktur sintaksisnya. Kengkajian secara eksternal tidak hanya menggunakan prosedur dan teori linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu. Misalnya sosiologi, psikologi dan antropologi. Kajian yang bersifat antar disiplin ini (sosiologi, psikologi dan antropologi) selain untuk merumuskan kaidah-kaidah teoretis antardisiplin juga bersifat terapan. Artinya, hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi masalah- masalah yang ada dalam kehidupan praktis masyarakat.
Kajian sosiolinguistik merupakan salah satu kajian bahasa yang mempunyai beberapa pembahasan keilmuan, diantaranya yaitu Interferensi dan integrasi. Dua topik dalam sosiolinguistik ini terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Adanya kedwibahasaan akan menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab timbulnya interferensi menurut Weinrich adalah tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiolinguistik pada kajian Interferensi dan integrasi dalam bahasa. Kajian ini juga menjadi kajian penting dalam penguasaan keilmuan linguistik dengan disandingkan ilmu lainnya, yaitu sosiolinguistik.



B.     Rumusan Masalah
Pengaruh penggunaan bahasa dalam kebahasaan membuat para pengguna bahasa menggunakannya terkadang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Adanya pengaruh dari bahasa daerah dan juga bahasa asing yang diserap kedalam bahasa ibu. Maka akan terjadi alih kode dan campur kode yang juga merupakan salah satu keterkaitan dalam peristiwa interferensi dan intergrasi. Sehingga dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan interferensi?
2.      Apakah yang dimaksud dengan integrasi ?

C.     Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah diatas dapat diperoleh tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengatahui tentang interferensi
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan integrasi 






BAB 2 PEMBAHASAN

A.    1. Interferensi
Istilah interferansi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual. Sedangkan penutur bilingual yaitu penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian dan penutur multilingual yaitu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Weinreich menganggap bahwa interferensi sebagai gejala penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada penggunaan bahasa seorang penutur sebagai akibat pengenalannya terhadap lebih dari satu bahasa, yakni akibat kontak bahasa.
Dalam peristiwa interferensi digunakan unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Dan kemampuan penutur bilingual maupun penutur multilingual dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga terpengaruh bahasa lain merupakan penyebab terjadinya interferensi. Kemampuan setiap penutur terhadap bahasa yang pertama digunakan dengan bahasa kedua itu bervariasi. Ervin dan Osgood (1965:139) menyatakan bahwa penutur berkemampuan berbahasa sejajar jika penutur bilingual mempunyai kemampuan terhadap bahasa 1 dengan bahasa 2 sama baiknya, artinya penutur bilingual tidak mempunyai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku kedua bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sedangkan penutur berkemampuan bahasa majemuk yaitu penutur yang kemampuan berbahasa 2 lebih rendah atau berbeda dengan kemampuan berbahasa 1, artinya penutur mempunyai kesulitan dalam menggunakan bahasa 2 karena dipengaruhi bahasa 1. Hartman dan Stork (1972:15) tidak menyebut interferensi sebagai „pengacauan“ atau „ kekacauan“, melainkan „kekeliruan“, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.
Weinreich membedakan tipe interferensi dalam bidang fonologi menjadi: interferensi substitusi (penutur Bali), interferensi overdiferensiasi (penutur Tapanuli dan Jawa), interferensi underdeferensi (penutur Jepang), dan interferensi reinterpretasi (penutur Hawai). Ahli linguistik edukasional William Mackey berpendapat bahwa interferensi itu adalah gejala penggunaan unsur- unsur satu bahasa dalam bahasa lainnya ketika seorang penutur mempergunakan bahasa-bahasa itu. Faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi itu antara lain adalah adanya perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan yang tidak saja dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakatanya. Gejala itu sendiri terjadi sebagai akibat pengenalan atau pengidentifikasian penutur terhadap unsur-unsur tertentu dari bahasa sumber, kemudian memakainya dalam bahasa sasaran.
Di samping itu, setiap bahasa manapun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Setiap bahasa mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam mengembangkan unsur-unsurnya itu. Proses perkembangan ini tergantung selain kepada unsur internal bahasa itu sendiri, yakni kesiapan bahasa menerima perubahan yang terjadi pada bahasa itu sendiri juga pada faktor eksternal bahasa, seperti tuntutan keadaan soaial budaya, tuntutan perkembangan IPTEK, tuntutan politik bahasa dan lain- lain.
Interferensi dianggap gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa. Di zaman modern ini, persentuhan bahasa sudah sedemikian rumit, baik sebagai akibat dari mobilisasi yang semakin tinggi maupun sebagai kemajuan teknologi komunikasi yang sangat pesat, maka interferensi dapat dikatakan sebagai gejala yang dapat mengarah kepada perubahan bahasa terbesar, terpenting dan paling dominan saat ini.
B.     Jenis Interferensi
1.      Interferensi bunyi/Fonetik
Interferensi terjadi bila penutur itu mengidentifikasi fonem sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang sangat kuat mempengaruhi seorang penutur) dan kemudian memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran). Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia menyesuaikan pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama. Penutur dari jawa selalu menambahkan bunyi nasal yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata:/mBandung/, /mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/ dalam pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.
2.      Interferensi Tatabahasa/Morfologi
Terjadi apabila seorang penutur mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dan kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua. Interferensi tata bentuk kata atau morfologi terjadi bila dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama penutur menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa kedua.
Misalnya awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya terlalu kecil. Dalam bahasa Arab ada sufiks -wi dan -ni untuk membentuk adjektif seperti dalam kata-kata manusiawi, inderawi, dan gerejani. Tipe lain interferensi ini adalah interferensi struktur. Yaitu pemakaian struktur bahasa pertama dalam bahasa kedua. Misalnya kalimat dalam bahasa Inggris, I and my friend tell that story to my father sebagai hasil terjemahan dari saya dan teman saya menceritakan cerita itu kepada ayah saya. Dalam kalimat bahasa Inggris tersebut tampak penggunaan struktur bahasa dalam bahasa Indonesia. Padahal terjemahan yang baik tersebut sebenarnya adalah My friend and i tell that story to my father.
3.      Interferensi Kosakata/Sintaksis
Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Bisa juga terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di atas.
Interferensi kata dasar terjadi apabila misalnya seorang penutur bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Inggris dengan baik, sehingga dalam percakapannya sering terselip kata-kata bahasa Inggris, sehingga sering terjebak dalam interferensi. Contohnya:
Planningku setelah lulus sarjana adalah melanjutkan sekolah ke luar negeri.
Mereka akan married bulan depan.
4.      Interferensi Tatamakna/Semantik
Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi tiga bagian :
Interferensi perluasan makna atau expansive interference, yakni peristiwa penyerapan unsur-unsur kosakata ke dalam bahasa lainnya. Misalnya konsep kata Distanz yang berasal dari kosakata bahasa Inggris distance menjadi kosakata bahasa Jerman. Atau kata democration menjadi Demokration dan demokrasi.
Interferensi penambahan makna atau additive interference, yakni penambahan kosakata baru dengan makna yang agak khusus meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan dan masih mempunyai makna lengkap. Misalnya kata Father dalam bahasa Inggris atau Vater dalam bahasa Jerman menjadi Vati. Pada usaha-usaha ‘menghaluskan’ makna juga terjadi interferensi, misalnya: penghalusan kata gelandangan menjadi tunawisma dan tahanan menjadi narapidana.
Interferensi penggantian makna atau replasive interference, yakni interferensi yang terjadi karena penggantian kosakata yang disebabkan adanya perubahan makna seperti kata saya yang berasal dari bahasa melayu sahaya.
Dengan contoh-contoh di atas maka dapat dibedakan antara campur kode dengan inteferensi. Campur kode mengacu pada penggunaan serpihan bahasa lain dalam suatu bahasa, sedangkan interferensi mengacu pada penyimpangan dalam penggunaan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Tetapi serpihan-serpihan berupa klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain masih bisa dianggap sebagai peristiwa campur kode dan juga interferensi.
C.     Unsur- unsur dalam Interferensi
Sekurang- kurangnya ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam terjadinya proses interferensi yaitu:
1.      Bahasa sumber (source language) atau biasa dikenal dengan sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antar warga masyarakat.
2.      Bahasa sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap adalah bahasa yang menerima unsur- unsur asing itu dan kemudian menyelaraskan kaidah- kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam bahsa penerima tersebut.
3.      Unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di sini adalah beralihnya unsur- unsur dari bahasa asing menjadi bahasa penerima.
D.    2. Integrasi
Menurut integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Berbeda dengan Mackey menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut.  Tidak  dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau pungutan. Penerimaan unsur bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi berstatus integrasi memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang. Pada mulanya seorang penutur suatu bahasa menggunakan unsur bahasa lain itu dalam tuturannya sebagai unsur pinjaman karena terasa diperlukan, misalnya karena dalam B1-nya unsur tersebut belum ada padanannya (atau bisa juga telah ada tetapi dia tidak mengetahuinya). Kalau kemudian unsur asing yang digunakan juga oleh orang lain, maka jadilah unsur tersebut berstatus sebagai unsur yang sudah berintegrasi. Umpamanya, kata inggris research pada tahun 60-an sampai tahun 70-an digunakan sebagai unsur yang belum berintegrasi. Ucapan dan ejaannya masih menurut bahasa aslinya. Tetapi kemudian ucapan dan ejaannya mengalami penyesuaian, sehingga ditulis sebagai riset. Maka, sejak itu kata riset tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman, melainkan sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia, atau kosakata bahasa Inggris yang telah berintegrasi ke dalam baasa Indonesia.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, di dalam bahasa (Indonesia) pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur Indonesia mendengar butir-butir leksikal itu dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya. Apa yang  terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, lalu dituliskan. Oleh karena itu, kosakata yang diterima  secara audial seringkali menampakkan  ciri ketidakteraturan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya.
Pada tahap berikutnya, terutama setelah pemerintah mengeluarkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan penerimaan dan penyerapan kata asing dilakukan secara visual. Artinya, penyerapan itu dilakukan melalui bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, lalu bentuk tulisan itu disesuaikan menurut aturan yang terdapat dalam kedua dokumen kebahasaan di atas. Umpamanya: System menjadi sistem (bukan sistim) Phonem menjadi fonem, Standard menjadi standar, Standardisation menjadi standardisasi,Hierarchy menjadi hierarki (bukan hirarki),Repertoire menjadi repertoir (bukan repertoar)
Penyerapan unsur asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya melalui penyerapan kata asing itu yang disertai dengan penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara : penerjemahan langsung, dan penerjemahan konsep. Penerjemahan langsung, artinya kosakata itu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia.Misalnya:Airport menjadi bandar udara, Paardekrachi menjadi tenaga kuda, Samen werking menjadi kerja sama dan lain-lain.
Penerjemahan konsep artinya, kosakata asing itu diteliti baik-baik konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut. Misalnya: Network menjadi jaringan, Medication menjadi pengobatan Kalau sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya kata serapan itu sudah disetujui. karena itu, proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim juga disebut dengan konvergensi.



BAB 3 PENUTUP
Interferensi dan integrasi merupakan dua topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual.Peristiwa interferensi juga menggunakan unsur-unsur bahasa lain dalam penggunaan suatu bahasa yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Penyebab terjadinya interferensi ini adalah terpulang pada kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain.  






Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonil Agustina.2010.Sosiolinguistik Perkenalan Awal.Jakarta:Rineka Cipta
Hanum, Inayah.2011.Sosiolinguistik.Medan:UNIMED
Nababan, P.W.J.1991.Sosiolinguistik Suatu Pengantar.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com

0 komentar:

Posting Komentar