12/12/16
TEORI STRUKTURALISME GENETIK
Teori Strukturalisme Genetik
Muhammad Sayyidul Arwan 13110026
A.
Historisitas atau Latar Belakang Munculnya Teori Strukturalisme
Genetik
Strukturalisme Genetik adalah cabang penelitian sastra secara
struktural yang tak murni. Penelitian struktural yang memperhatikan aspek-aspek
eksternal karya sastra. Peletak dasar teori ini adalah Taine. Menurut Taine,
karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat
merupakan cerminan suatu budaya, wujud pemikiran tertentu pada saat karya dilahirkan.
Strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas “strukturalisme
murni” yang kajiannya hanya menitikberatkan pada unsur-unsur intrinsik
tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra, sehingga karya sastra
dianggap lepas dari konteks . Pengabaian terhadap unsur kesejarahan teks sastra
sehingga menjadi teori yang ahistoris. Pemaknaan teks sastra yang mengabaikan
pengarang sebagai pemberi makna akan berbahaya karena penafsiran tersebut akan
mengorbankan ciri khas, kepribadian, cita-cita, dan juga norma-norma yang
dipegang teguh oleh pengarang dalam kultur sosial tertentu.
Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucian Goldmann, seorang
filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukan dalam bukunya
yang berjudul The Hiden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of
Pascal and the Tragedies of Racine, dalam bahasa Perancis terbit pertama
kali pada tahun 1956. [1]
B.
Unsur-unsur Internal Teks Menurut Teori Strukturalisme Genetik
Adapun unsur-unsur internal pembangun teks karya sastra menurut
teori strukturalisme genetik adalah seperti halnya unsur-unsur internal karya
sastra yaitu meliputi: [2]
1.
Tema : Tema dalam penulisan sebuah teks prosa merupakan
pengejawantahan dari ise yang ditemukan oleh pengarangnya. Secara teoritik
pengertian tema diformulasikan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah
cerita. Makna pokok yang menjadi dasar dari pengembangan makna-makna
selanjutnya.
2.
Tokoh dan Penokohan : Tokoh dalam cerita fiksi merujuk pada
pertanyaan-pertanyaan seperti “Siapa pelaku dalam cerkita fiksi itu?”, “Ada
berapa tokoh dalam ceritanya?”,”Siapakah pelaku antagonis dan protagonisnya?”.
Dengan demikian tokoh merujuk pada pelaku yang ada dalam cerita, sedangkan
penokohan adalah merujuk pada apa yang disebut dengan karakter atau perwatakan tokohnya.
3.
Plot (alur cerita) : Alur secara umum dipahami sebagai keseluruhan
rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Laxemburg menyebutkan alur
sebagai konstruksi yang dibuat pembaca mengenai deretan peristiwa yang secara
logis dan kronologis saling berkaitan diakibatkan dan dialami oleh para pelaku
dalam cerita.
4.
Setting (pelataran) : Setting merujuk pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang
diciptakan. Unsur latar selanjutnya dapat dikategorikan menjadi, (a) setting
tempat, (b) setting waktu, (c) setting peristiwa.
5.
Sudut Pandang : Sudut pandang adalah sebuah cara cerita dikisahkan,
cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menyajikan
tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi.
6.
Pesan (amanat) : Unsur terakhir dalam kajian struktural adalah
pesan atau amanat yang dapat digali dari sebuah cerita fiksi. Pesan ini dalam
kajiannya dapat berupa (a) pesan moral yang disampaikan, (b) pesan
religiusitas, (c) nilai dan kritik sosial, (d) nilai pesan lainya seperti nilai
kekeluargaan, pendidikan, adat, dan lain sebagainya.
C.
Unsur-unsur Eksternal Teks Menurut Teori Strukturalisme Genetik
Adapun unsur-unsur eksternal pembangun teks karya sastra menurut
teori strukturalisme genetik adalah meliputi: historis, sosial, ekonomi,
politik, lingkungan, pengarang, masyarakat, pendidikan, fenomena kemanusiaan
dan unsur luar lainya yang mempengaruhi lahirnya suatu karya sastra.
D.
Pendekatan Teori Strukturalisme Genetik
Pendekatan yang dipilih oleh teori ini dalam mengkaji suatu karya
sastra adalah pendekatan Objektif-Historis. Pendekatan yang mengkombinasikan
antara pendekatan objektif yang memusatkan perhatian semata-mata pada
unsur-unsur intrinsik (internal teks) dengan pendekatan historis yang
memusatkan perhatian kesejarahan karya sastra.
E.
Asumsi Teori Strukturalisme Genetik Terhadap Sebuah Karya Sastra
Asumsi-asumsi teori Strukturalisme Genetik terhadap sebuah karya
sastra adalah sebagai berikut:
1.
Karya sastra merupakan produk sejarah yang terus berlangsung.
2.
Karya sastra merupakan proses strukturalisasi dan destrukturasi
yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan.
3.
Karya sastra merupakan totalitas yang bermakna sebagaimana
masyarakatya.
4.
Individu sebagai sesuatu makhluk yang bukan bebas, melainkan
pendukung kelas-kelas sosial dalam masyarakatnya.
F.
Metode atau Prosedur Operasional Teori Strukturalisme Genetik
Metode operasinal teori Strukturalisme Genetik adalah sebagai
berikut:
1.
Membangun teori strukturalisme Genetik sastra sesuai dengan genre
yang diteliti.
2.
Melakukan pembacaan secara cermat, mencatat unsur-unsur struktur
yang terkandung dalam bacaan karya sastra tersebut.
3.
Studi diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan
koherensinya) sebagai data dasar.
4.
Kemudian, langkah selanjutnya menghubungkan berbagai unsur
intrinsik dengan realitas masyarakatnya.
5.
Peristiwa-peristiwa penting dari zamanya dihubungkan langsung
dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
G.
Kelebihan Teori Strukturalisme Genetik
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh teori Strukturalisme Genetik
adalah:
1.
Penelitian dengan teori ini dipandang lebih obyektif.
2.
Teori Strukturalisme Genetik memiliki implikasi yang lebih luas
dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaanya pada umumnya.[3]
3.
Teori ini sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis
Intrinstik dan ekstrinsik.[4]
4.
Pemahaman terhadap karya sastra teori ini tidak hanya
berhenti pada perolehan pengetahuan mengenai strukturnya saja melainkan
dilanjutkan hingga mencapai pengetahuan mengenai artinya.[5]
5.
Teori Strukturalisme Genetik mencakup segala bidang yang mencakup
fenomena sosial kemanusiaan.
H.
Kekurangan Teori Strukturalisme Genetik
Di
samping kelebihan bukan berarti tidak adanya kekurangan, seperti halnya teori
sebelumnya teori ini juga memiliki kelebihan-kelebihan, di antaranya adalah:
1.
Memerlukan pemahaman yang mendalam, ketelitian, dan kepekaan dalam
menganalisis unsur ekstrinsik karya sastra.
2.
Teori strukturalisme Genetik masih ditompang oleh beberapa konsep
canggih yang tidak dimiliki oleh teori sosial lain, seperti: simetri atau
homologi, kelas-kelas sosial, dan pandangan dunia.[6]
3.
Melalui bantuan beberapa konsep canggih tersebut dalam proses
penelitian identifikasi terhadapnya memerlukan penelitian yang seksama.
I.
Teori Strukturalisme Genetik Lucian Goldmann
Strukturalisme Genetik Lucian Goldman memandang karya sastra
merupakan sebuah struktur. Akan tetapi struktur itu bukanlah sesuatu yang
statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung
dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan.[7] Goldman
mengukuhkan adanya hubungan antara struktur sastra dan struktur masyarakat
melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Oleh karena itu
karya sastra tidak dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan
masyarakat yang telah melahirkan karya tersebut diabaikan begitu saja.[8]
Untuk menompang teorinya tersebut Goldmann membangun seperangkat
kategori yang saling bertalian satu sama lain. Kategori tersebut dari buku
Faruk adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, strukturasi,
pemahaman dan penjelasan.[9]
1.
Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas manusia baik verbal
maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh pengetahuaan. Fakta dapat berwujud
aktivitas sosial, aktivitas politik, kreasi kultural. Meskipun memiliki wujud
yang bermacam-macam pada hakikatnya fakta kemanusiaan dibedakan menjadi dua
yaitu, fakta individual(hasil dari perilaku libidinal) dan fakta sosial(perana
dalam sejarah).
Goldmann menganggap bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu
struktur yang berarti yaitu memiliki struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh
karena itu pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan
struktur-struktur dan arti. Fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia yang
baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya (Goldman).[10] Dari
hubungan tersebut terjadi proses strukturasi dan akomodasi yang terus-menerus,
itulah suatu karya sastra sebagai fakta kemanusiaan berasal dari aktivitas
kultural manusia.
2.
Subjek Kolektif
Fakta kemanusiaan bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja tanpa
ada yang mengusungnya. Fakta kemanusiaan merupakan hasil aktivitas manusia
sebagai subjeknya. Dalam hal ini subjek fakta kemanusiaan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu, subjek individual dan subjek kolektif. Subjek individual
merupakan subjek fakta individual (libidinal), sedangkan subjek kolektif
merupakan subjek fakta sosial (historis).
Karya-karya kultural yang besar merupakan fakta sosial (historis).
Individu dengan dorongan libidonya tidak akan ammpu menciptakannya, yang dapat
menciptakan adalah subjek trans-individual. Subjek trans-individual adalah
subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanyalah merupakan
bagian, bukan berarti berdiri sendiri-sendiri melainkan satu kolektivitas (satu
kesatuan).
3.
Pandangan Dunia
Menurut Goldmann, pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi
kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan
perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama dengan
kelompok-kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkan kelompok-kelompok
sosial lainnya. Pandangan dunia merupakan suatu bentuk kesadaran kolektif yang
mewakili identitas kolektifnya, maka dia merupakan wakil dari kelas sosialnya.
Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia ini berkembang
sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh
subjek kolektif yang memilikinya (Goldmann). Karena merupakan produk interaksi
antara subjek kolektif dengan lingkungan sekitarnya, pandangan dunia tidak
lahir tiba-tiba. Transformasi mentalistas yang lama secara perlahan-lahan dan
bertahap. Pandangan dunia inilah yang menentukan struktur suatu karya sastra.
Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur
genetiknya) dari latar belakang sosialnya.[11]
4.
Strukturasi (struktur karya sastra)
Karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek
kolektif. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan
terpadu. Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya.
Pertama, karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner.
Kedua, dalam usahanya mengekspresi pandangan dunia itu pengarang menciptakan
semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner.
Dari kedua pendapatnya itu jelas bahwa Goldmann mempunyai konsep
struktur yang bersifat tematik. Pusat perhatiaanya terhadap karya sastra adalah
relasi antar tokoh dengan tokoh lainya dan relasi tokoh dengan objek yang ada
disekitarnya. Sifat dari konsep struktur Goldmann terlihat pada konsepnya
mengenai novel. Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian
yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang terdegradasi
pula.
Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann membagi novel menjadi tiga
jenis, yaitu novel “idealisme abstrak”, Romantisme keputusasaan”, dan
pendidikan.
5.
Dialektika Pemahaman dan penjelasan
Goldmann dalam memperoleh pengetahuan mengenai karya sastra yang
mempunyai struktur dan arti, ia mengembangkan sebuah metode yang disebut
dengan metode Dialektik. Menurutnya metode tersebut merupakan metode yang khas,
berbeda dengan metode positivis, intuitif, dan metode biografis yang psikologis.
Prinsip dasar dari metode dialektik adalah pengetahuannya mengenai
fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret
dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Metode ini mengembangkan dua
pasangan konsep, yaitu “Keseluruan-Bagian” dan “Penjelasan-Pemahaman”.
Setiap fakta atau gagasan individual mempunyai arti apabila
ditempatkan dalam keseluruhan. Sebaliknya, keseluruhan hanya dapat dipahami
dengan pengetahuan yang bertambah mengenai fakta-fakta yang tidak menyeluruh.
Karena keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian dan begitu pula
sebaliknya. Teks sastra sendiri merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih
besar, yang membuatnya menjadi struktur yang berarti. Pemahaman adalah usaha
untuk mengerti identitas bagian, sedangkan penjelasan adalah usaha untuk
mengerti makna bagian tersebut dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang
lebih besar.[12]
J.
Aplikasi Teori Strukturalisme Genetik : Lucian Goldman pada Surat
Al-Fatihah
1.
Fakta Kemanusiaan : Ibadah seorang hamba kepada sang pencipta.
2.
Subjek Kolektif : Semua orang Mu’min
3.
Pandangan Dunia : Proses perjalanan hidup di dunia menuju kehidupan
yang haqiqi.
4.
Strukturalis : Teks Surat Al-Fatihah
[1] Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)
[3] Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian
Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012)
[6] Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian
Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012)
[11] Kasnadi dan Sutejo, Kajian Prosa Kiat Menyisir Dunia Prosa.
(Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2010)
0 komentar:
Posting Komentar