11/03/16
TEORI DAN APLIKASI STUKTURALISME
TEORI DAN APLIKASI
STUKTURALISME
M. Sayyidul Arwan
13110026
1. Historisitas atau Latar Belakang Munculnya Teori Strukturalisme
Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra pada mulanya hadir di
Perancis, menurut Eagleton dan tumbuh subur pada tahun 1960-an. Meskipun
demikian, sesungguhnya strukturalisme telah ada sejak zaman Yunani dimana
Aritoteles telah mengenalkan strukturalisme dengan konsep: Wholeness, unity,
complexity, dan coherence. Strukturalisme pada dasarnya merupakan
paham filsafat dan cara berfikir tentang dunia, terutama berhubungan
dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Memandang dunia sebagai
realitas berstruktur sebagai suatu hal yang tertib dan sebuah relasi serta
keharusan. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang
memiliki struktur saling terkait satu sama lain.
Pertumbuhan strukturalisme diawali dengan hadirnya buku Course in General
Linguistic di Perancis (1916) yang ditulis oleh Ferdinand de Saussure
yang menyikapi bahasa sebagai suatu sistem tanda yang dikaji secara sinkronik
dan diakronik.[1]
Selain srtukturalisme Perancis, strukturalisme juga muncul di Amerika Serikat setelah
munculnya aliran New Criticism dan di Jenewa dengan nama strukturalisme
Praha. Strukturalisme Perancis atau biasa disebut dengan strukturalisme klasik
berakar pada kajian Linguistik Saussere yang lebih menekankan analisisnya pada
bahasa, antropologi budaya Levi Strauss dan dan formalisme; strukturalisme
Amerika diwarnai oleh new criticism yang lebih menekankan pada isi.
Sementara strukturalisme Praha berakar pada fenomenologi, hermeneutika, dan
madzab sekolah Jenewa serta lebih menekankan pada aspek tanda atau sign
.
Kehadiran strukturalisme telah mengalami evolusi yang panjang dan dinamis
yang menghasilkan banyak konsep serta istilah yang berbeda-beda. Sampai
sekarang penelitian struktural masih banyak digunakan di berbagai perguruan
tinggi. Strukturalisme hadir sebagai upaya melengkapi penelitian sastra yang
ekspresivisme dan berbau historis. Para pemikir yang tergolong strukturalis
diantaranya: Robert Stanton, Rochmat Djoko Pradopo, Ferdinand de Saussure, Levi
Strauss, Goldman, Propp, Barthes dan lainya.
2. Unsur-unsur Internal Teks Prosa Menurut Strukturalisme
Sebuah kajian struktural dapat ditempuh dengan cara melakukan identifikasi,
pengkajian dan pendeskripsian fungsi terhadap unsur internal suatu teks prosa.
Unsur-unsur internal teks prosa menurut strukturalisme terdiri atas:[2]
1. Tema
Tema dalam penulisan sebuah teks prosa merupakan
pengejawantahan dari ise yang ditemukan oleh pengarangnya. Secara teoritik
pengertian tema diformulasikan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah
cerita. Makna pokok yang menjadi dasar dari pengembangan makna-makna
selanjutnya.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam cerita fiksi merujuk pada
pertanyaan-pertanyaan seperti “Siapa pelaku dalam cerkita fiksi itu?”, “Ada
berapa tokoh dalam ceritanya?”,”Siapakah pelaku antagonis dan protagonisnya?”.
Dengan demikian tokoh merujuk pada pelaku yang ada dalam cerita, sedangkan
penokohan adalah merujuk pada apa yang disebut dengan karakter atau perwatakan
tokohnya.
3. Plot (alur cerita)
Alur secara umum dipahami sebagai keseluruhan rangkaian
peristiwa yang terdapat dalam cerita. Laxemburg menyebutkan alur sebagai
konstruksi yang dibuat pembaca mengenai deretan peristiwa yang secara logis dan
kronologis saling berkaitan diakibatkan dan dialami oleh para pelaku dalam
cerita.
4. Setting (pelataran)
Setting merujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diciptakan. Unsur latar
selanjutnya dapat dikategorikan menjadi, (a) setting tempat, (b) setting waktu,
(c) setting peristiwa.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah sebuah cara cerita dikisahkan, cara
atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh,
tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya
fiksi.
6. Pesan (amanat)
Unsur terakhir dalam kajian struktural adalah pesan atau amanat yang dapat
digali dari sebuah cerita fiksi. Pesan ini dalam kajiannya dapat berupa (a)
pesan moral yang disampaikan, (b) pesan religiusitas, (c) nilai dan kritik
sosial, (d) nilai pessan lainya seperti nilai kekeluargaan, pendidikan, adat,
dan lain sebagainya.
3. Unsur-unsur Internal Teks Puisi Menurut Teori Strukturalisme
Puisi pada prinsipnya dibangun seperti halnya cerpen, novel. Drama maupun
roman yaitu atas unsur-unsur internal dan eksternal. Unsur internal adalah
unsur-unsur yang berada di dalam naskah puisi. Adapun unsur-unsur internal teks
puisi adalah sebagai berikut:[3]
1. Tipografi
Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase,
kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi,
rasa, dan suasa dalam puisi.
2. Diksi
Adalah pilihan kata
yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan dalam puisi.
3. Bunyi
Adalah berupa irama(persamaan bunyi pada puisi, di awal, tengah,
dan di akhir), ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras- lemahnya bunyi).
4. Majas
Adalah cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya
bahasa yang indah dalam bentuk puisi.
5. Citraan (pengimajinasian)
Adalah
gambaran-gambaran dalam pikiran atau gambaran angan penyair.
6. Sarana Retorika
Adalah muslihat intelektual, yang di bedakan beberapa
jenis yaitu hiperbola, ironi, ambiguitas, paradox, litotes dan ellipsis.
4. Pendekatan Teori Strukturalisme
Pendekatan yang digunakan oleh teori strukturalisme dalam mengkaji karya
sastra adalah pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan pada kajian
hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkutan.[4]
5. Asumsi Teori Strukturalisme Terhadap Sebuah Karya Sastra
Teew mengungkapkan bahwa asumsi dasar strukturalisme terhadap sebuah karya
sastra adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan
mempunyai koherensi batiniah.[5]
6. Metode atau Prosedur Operasional Teori Strukturalisme
Adapun metode atau
prosedur operasional teori strukturalisme di antaranya:
1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti.
2.
Pembacaan yang cermat serta mencatat unsur-unsur internal yang terkandung
dalam karya sastra.
3. Unsur tema lebih diutamakan.
4. Menganalisis tema, alur, konflik, sudut pandang gaya bahasa dan setting.
5.
Menghubungkan antara satu unsur dengan unsur lainnya supaya terwujud
keterpaduan makna struktur.
6. Melakukan penafsiran.
7. Kelebihan Teori Strukturalisme
Kelebihan dari teori strukturalisme terbagi menjadi dua yaitu kelebihan
secara praktis dan kelebihan secara metodis. Kelebihan teori strukturalisme
secara praktis adalah:
1. Teori strukturalisme merupakan langkah dasar untuk teori-teori yang lain.
2. Dengan menggunakan teori strukturalisme hasil penelitian lebih terperinci.
3. Efisien (hemat waktu).
4. Lebih fokus yaitu pada unsur internal karya sastra.
5. Tidak terdapat perbedaan dalam pengkajian. Artinya disepakati oleh pada
teoritis maupun kritikus sastra dalam mengkaji suatu katya sastra.
8.
Kekurangan Teori
Strukturalisme
Teori strukturalisme disamping memiliki banyak kelebihan juga memiliki
kekurangan. Kekurangan teori strukturalisme adalah:
1.
Historis yaitu melupakan penulis dan pembacanya.
2.
Terlepas dari relevansi budaya.
3.
Lebih kompleks, ada kemungkinan kehilangan unsur estetikanya.
4.
Bersifat diakronis bukan sinkronis.
5.
Memerlukan penguasaan teori sastra yang kuat dalam mengkaji suatu karya
sastra.
6. Penafsiran bersifat
subjektif yaitu mengabaikan pengarang dalam karyanya.
9. Teori Strukturalisme Robert
Stanton
Teori strukturalisme menurut Robert Stanton unsur pokok pembangun struktur
karya sastra itu meliputi; tema, fakta-fakta cerita (alur, tokoh, dan latar),
dan sasrana-sarana sastra (sudut pandang, gaya bahasa, suasana, symbol-simbol
imajianasi dan cara pemilihan judul).
Unsur pokok pembangun struktur karya sastra menurut
Robert Stanton[6],
meliputi:
1.
Tema
Tema adalah pesan besar
dari suatu karya sastra. Tema dalam suatu karya sastra bersifat individual
sekaligus universal. Tema memberikan kekuatan dan menegaskan kebersatuan
kejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam
konteksnya yang paling umum. Apapun nilai yang terkandung didalamnya,
keberadaan tema diperlukan karenamerupakan bagian penting yang tidak
terpisahkan dengan kenyataann cerita. Tema dapat berwujud satu fakta dari
pengalaman kemanusiaan yang digamabrkan atau dieksplorasikan oleh cerita.
2.
Fakta-fakta cerita
Karakter, alur, dan
latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan
kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Elemen tersebut dirangkum menjadi satu
dengan nama ‘struktur faktual’.
Fakta-fakta cerita,
meliputi:
a.
Karakter
Terma ‘karakter’
biasanya digunakan dalam mdua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada
individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang
bertanya, “Berapa karakter yang ada pada cerita itu?”. Konteks kedua, karakter
merujuk pada pencampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan
prinsip moral dari individu –individu.
b.
Alur
Alur merupakan
rangkaian peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah cerita, ia juga meupakan
tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat
membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah
analisis. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman
terhadapp peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan
keberpengaruhannya.
c.
Latar
Latar adalah lingkungan
yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berintraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Biasanya, latar diketengahkan
lewat baris-baris kalimat deskriptif.
3.
Sarana-sarana sastra
Pengarang meleburkan
fakta dan tema dengan bantuan ‘sarana-sarana sastra’ seperti konflik, sudut
pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya. Secara singkat saranan sastra dapat
dipandang sebagai semacam metode untuk memilih dan menyusun detail-detail
cerita. Sarana-sarana sastra, meliputi:
a.
Judul
Judul dalam suatu karya
sastra dapat mengaju pada sang karakter utama cerita, atau satu latar dalam
cerita.
b.
Sudut Pandang
Hubungan yang berbeda
dengan tiap peristiwa dalam tiap cerits: di dalam atau di luar satu karakter,
menyatu atau terpisah secara emosional.
c.
Gaya
Gaya adalah cara
pengarang menggunakan bahasa. Gaya dapat berkaitan dengan maksud dan tujuan
suatu cerita. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah ‘tone’.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dslam cerita.
d.
Simbolisme
Simbolisme merupakan
detail-detail yang konkrit dan factual serta memiliki kemampuan untuk
memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
e.
Ironi
Ironi dimaksudkan
sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang diduga
sebelumnya.
10. Teori Strukturalisme Rachmat Djoko Pradopo
Teori strukturalisme menurut Rachmat Djoko Pradopo
adalah kekhasan teori strukturalisme bahwa dalam karya sastra merupakan suatu
struktur yang otonom, dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan
unsur-unsur pembangunnya yang saling berkaitan. Ruang likup puisi terdiri dari
lapisan bunyi, lapisan arti, lapisan objek, lapisan dunia dan lapisan metafisik
[6] Robert Stanton, An
Introduction to Fiction (di terjemahkan oleh Sugihastuti: Teori fiksi
Robert Stanton), (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007)
0 komentar:
Posting Komentar