MAKALAH
‘ILM AD-DALALAH (SEMANTIK)
“ POLISEMI تعدد المعنى /“
Dosen Pengampu : Bapak Sugeng Sugiyono
Penyusun :
Nurus Syarifah 13110003
Yuliana Khusminingsih 13110004
Riqqotul Yumna 131100
Mirza Syauqi Futaqi 1311009
Moh. Sayyidul Arwan 131100
Kelas : ‘Ilm ad-Dalalah - BSA “A”
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum War. Wab.,
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas materi kuliah ‘Ilm ad-Dalalah (Semantik).
Sebagai makhluk sosial tentu kami sangat menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa ada dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam makalah ini, serta masih banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga berharap kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat menjadi pelajaran dan menjadi yang lebih baik di hari kemudian. Semoga makalah ini menjadi tambahan ilmu dan khazanah pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya. Amiin..
Wassalamu’alaikum War. Wab.,
Yogyakarta, 24 April 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
A. Pengertian Polisemi....................................................................... 2
B. Bentuk-Bentuk Polisemi............................................................... 3
C. Penyebab Perubahan Makna......................................................... 4
D. Penyebab Polisemi......................................................................... 5
E. Permasalahan Polisemi.................................................................. 8
F. Cara Membedakan Polisemi dan Homonim.................................. 8
BAB III PENUTUP................................................................................ 10
A. Kesimpulan.................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam analisis semantik harus disadari bahwa bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan menganalisis bahasa lain. Dalam setiap bahasa, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonim), kelebihan makna (redudansi), dan sebagainya. Akan tetapi yang akan dibahas lebih lanjut dan mendalam di dalam makalah ini adalah mengenai “polisemi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dari tema “polisemi” ini adalah :
1. Apa pengertian polisemi secara etimologis dan terminologis ?
2. Apa saja bentuk-bentuk polisemi ?
3. Apa penyebab adanya perubahan makna dalam polisemi ?
4. Apa penyebab adanya polisemi ?
5. Apa permasalahan dalam polisemi ?
6. Bagaimana cara membedakan polisemi dan homonim ?
7.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Polisemiبوليسيمى / تعدد المعنى /
Ø Secara Etimologis
ü Polisemi berasal dari bahasa Yunani kuno poly artinya banyak dan sema artinya tanda.
ü ولفظ تعدد المعنى مكون من poly "متعدد" و semy "معنى".
Ø Secara Terminologis
ü Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Polisemi berarti satu bentuk bahasa ( kata,frasa, dsb ) yang mempunyai makna lebih dari satu.
ü البوليسيمي: هو دلالة كلمة واحدة على عدد من المعاني المختلفة التي تربطها علاقة دلالية بمعنى مركزي.
ü Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 2009:101).
ü Pengertian polisemi menurut J. D. Parera adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antar makna-makna yang berlainan tersebut.
ü Menurut Pateda (2010:214) polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda.
ü Polisemi merupakan suatu unsure fundamental tutur manusia yang dapat muncul dengan berbagai cara (Stephen Ullmann).
ü Sumarsono (2007:41) menyatakan jika polisemi adalah sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Perbedaan antara makna yang satu dengan yang lain dapat ditelusuri atau dirunut sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa makna-makna itu berasal dari sumber yang sama.
ü Allan dalam Sumarsono (2007:41) menyatakan ”polisemy is the property od an emic expression with more that one meaning.” Yang artinya polisemi sebagai unsur emik yang memiliki dua makna atau lebih.
Polisemi berkaitan dengan kata atau yang disebut leksem. Dalam Bahasa Indonesia, dijumpai kata-kata yang menanggung beban makna yang begitu banyak. Contohnya adalah kepala :
No
|
Bahasa Arab
|
Arti
|
1.
|
رأس المال
|
Modal
|
2.
|
رأس الأب
|
Kepala bapak
|
Sebagai contoh lagi, menurut Ferdinand de Saussure, kuda dalam permainan catur adalah kuda bukan karena memang merupakan kualifikasinya ( bentuk, ukuran, dan lain-lain), tetapi karena peran yang dimilikinya dalam hubungan dengan buah catur yang lain.
B. Bentuk-Bentuk Polisemi
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang berbentuk tunggal dan kata yang berbentuk turunan atau kompleks. Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk :
1. Polisemi Berbentuk Kata Dasar
Polisemi berbentuk kata dasar merupakan polisemi yang berupa morfem bebas dan tidak mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. Diantaranya diberikan contoh: kata “jatuh” dalam bahasa Indonesia memiliki makna: jatuh yang memiliki makna konseptul ’meluncur kebawah dengan cepat’ yang kemudian mengalami perluasan pemakaian seperti :
(a) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’,
(b) jatuh harga yang bermakna ‘turun harga’
(c) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’.
2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan
Polisemi berbentuk kata turunan adalah polisemi yang berbentuk kata turunan atau sudah mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. Dalam Bahasa Bali ditemukan polisemi berbentuk kata turunan, seperti : kata “mencetak”. Pada mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut : “Persija tidak berhasil mencetak gol”, “Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru”, “Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah”. Pada kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ’menghasilkan’; pada kalimat yang kedua berarti ‘membuat’; dan pada kalimat yang ketiga berarti ‘memperoleh, mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ (Chaer, 1995:142).
C. Penyebab Perubahan Makna (dalam konteks polisemi)
Berdasarkan pemakaiannya, bahasa mengalami perkembangan, pergeseran, atau perubahan makna yang terjadi secara :
1. Meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya : kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga diartikan cantik, cakap, simpatik, menyenangkan, baik, maupun menjadikan anggota.
2. Menyempit, yakni apabila makna suatu kata semakin memiliki spesifikasi ataupun spesialisasi, misalnya kata guru pada mulanya diartikan pembimbing rohani, pengajar silat, sehingga dikenal pula kata peguron akhirnya memiliki pengertian khusus pengajar di sekolah sebagai salah satu bidang profesi. Makna kata juga dapat mengalami pergeseran atau perubahan akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya. Dalam hal ini makna dapat mengalami :
a) Peyorasi, yakni apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif. Misalnya kata ngamar semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pun berusaha dihindari.
b) Ameliorasi, yakni bila suatu kata memiliki makna yang memiliki nilai maupun konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami ameliorasi misalnya, kata gambaran yang semula hanya mengandung makna hasil kegiatan menggambar. Dengan masuknya kata abstraksi, kata gambaran dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif. Contoh lain yaitu kata wanita yang lebih dekat dengan bentuk betina akhirnya memiliki nilai lebih baik dari pada perempuan (Aminuddin, 2001:130).
D. Penyebab Polisemi
Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Perluasan Pemakaian
Perluasan pemakaian sebuah kata pada mulanya digunakan untuk satu kontekstual tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain. Misalnya: kata jatuh yang memiliki makna konseptual ’meluncur kebawah dengan cepat’ yang kemudian mengalami perluasan pemakaian seperti :
(1) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’
(2) jatuh harga yang bermakna ‘turun harga’
(3) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’
2. Pemakaian Khas
Pada suatu lingkungan masyarakat, arti yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat yang berbeda. Perbedaannya dengan faktor pertama ialah faktor kedua itu ditekankan pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang pemakaian. Misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’. Pada bidang militer kata operasi bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan’. Sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan’.
3. Pemakaian Kiasan
Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakai bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain. Misalnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan yang menjadi bakal buah (warnanya indah dan beragam). Namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan seperti pada kata :
(1) bunga bibir yang bermakna ‘kata-kata manis’
(2) bunga hati yang bermakna ‘orang yang sangat disayangi’
(3) bunga uang yang bermakna ‘keuntungan dari meminjam dan menabung uang’
(4) bunga kehidupan yang bermakna ‘kesenangan hidup’
4. Pemberdayaan Bahasa
Faktor lain yang menyebabkan polisemi adalah pemberdayaan sebuah kata pada beberapa konteks berdasarkan pada makna dasarnya atau tetap berhubungan makna dengan konseptualnya. Terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkan sebuah kata perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu memiliki banyak makna. Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna ganda memberikan peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahasa secara lebih kaya, lebih cermat, lebih bervariasi dengan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam berkomunikasi. Juga mendukung keperluan berbahasa karena pertimbangan pertimbangan sosiokultur tertentu.
Menurut Pateda (2010:214) polisemi terjadi, karena :
1. Kecepatan melafalkan kata.
Ø Misalnya kata ban tuan dan bantuan. Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan?
2. Faktor gramatikal.
Ø Misalnya kata yang pemukul dapat bermakna alat yang digunakan untuk memukul atau orang yang memukul.
3. Faktor leksikal.
Ø Sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan munculnya makna baru. Misalnya kata makan biasanya digunakan dengan kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini muncul urutan kata rem tidak makan, makan angin, pagar makan tanaman dan lain lain.
Ø Digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi dalam bidang militer berbeda dengan operasi dalam bidang kesehatan.
Ø Karena metafora, misalnya kata mata yang makna intinya adalah alat yang digunakan untuk melihat, tetapi karena kesamaan makna munculah urutan kata mata pedang, mata pelajaran, mata pencaharian dan lain lain.
4. Faktor pengaruh bahasa asing.
Ø Misalnya kata rencana digunakan untuk menggantikan kata planning.
5. Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.
Ø Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide atau perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Misalnya kata mesin yang biasa digunakan untuk menjahit mesin jahit. Contoh lain yaitu mesin mobil, mesin pesawat terbang dan lain-lain.
Polisemi memiliki arti satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan tersebut. Sementara homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaan atau tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
1) Wajahnya menjadi bercak bercak hitam terkena efek dari sinar matahari.
2) Dita menangis karena efek permainan film di layar kaca.
3) Bursa efek di Indonesia masih didominasi warga Tiongha.
Analisis:
Kata efek pada kalimat 1 dan 2 adalah polisemi karena kata-kata tersebut berkaitan makna yaitu sama-sama berarti pengaruh. Sedangkan efek pada kalimat 3 (berarti surat-surat berharga yang diperdagangkan) tidak berkaitan dengan kata efek pada kalimat 1 dan 2 sehingga antara kata efek pada kalimat 3 dengan kata efek pada kalimat 1 dan 2 bisa dikatakan berhomonim.
Bagan Perbedaan Polisemi dan Homonim.
No
|
Polisemi
|
Homonim
|
1
|
Berasal dari satu kata
|
Berupa dua kata atau lebih
|
2
|
Ada hubungan makna
|
Tidak ada hubungan makna
|
3
|
Digunakan secara konotatif, kecuali kata induknya
|
Digunakan secara denotatif
|
F. Cara Membedakan Polisemi dan Homonim
Ø Menurut Gorys Keraf
Gorys Keraf memberi klasifikasi tentang perbedaan antara homonim dan polisemi. Walupun dia juga mengakui bahwa untuk menetapkan apakah suatu bentuk itu merupakan polisemi atau homonim bukanlah hal yang mudah.
Gorys keraf mengatakan bahwa dalam membedakan apakah kata itu polisemi atau homonim yaitu dengan menetapkan kata tersebut berdasarkan etimologi atau pertalian historisnya. Contohnya kata kopi juga adalah homonim walaupun kata kopi I berasal dari bahasa Belanda koffie yang berarti nama pohon dan biji yang digoreng untuk minuman sedangkan kata kopi II berasal dari bahasa Copy yang berarti salinan (surat dan sebagainya).
Ø Menurut F. R. Palmer
Mungkin pendapat F.R. Palmer tentang cara mengetahui perbedaan antara homonim dan polisemi dapat semakin melengkapi pemahaman kita dan kita dapat memahami perbedaan tersebut secara komprehensif. Menurut F.R. Palmer pengklasifikasian antara homonim dan polisemi dapat dilihat dengan (1) Penelusuran etimologi; jika ujaran tersebut berasal dari sumber yang berbeda, maka ujaran itu dianggap sebagai homonim. Namun, jika sebaliknya maka dianggap polisemi; (2) Penelitian apakah ujaran dan bentuk kata itu dipergunakan dalam makna harfiahnya dan dalam makna metaforis, dalam hal ini kita dapat meramalkan polisemi atau homonim; (3) Mencari makna inti dan makna bukan inti; misalnya, kata cetak Bahasa Indonesia dalam ujaran mencetak buku, mencetak batu bara, mencetak gol, mencetak sarjana dan (4) Usaha yang ke empat ialah melakukan uji ambiguitas/kedwimaknaan; misalnya, dalam bahasa Indonesia diberikan kalimat “I went to the bank “; bank bahasa Inggris dapat bermakna “tepi sungai”, dan “tempat simpan/pinjam uang” (Palmer, 1986, 102-108).
Jadi dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Polisemi berasal dari bahasa Yunani kuno poly artinya banyak dan sema artinya tanda. Pengertian polisemi menurut J. D. Parera adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antar makna-makna yang berlainan tersebut. Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu polisemi berbentuk kata dasar dan polisemi berbentuk kata turunan. Sedangkan penyebab adanya polisemi di antaranya adalah perluasan pemakaian, pemakaian khas, pemakaian kiasan, dan pemberdayaan bahasa. Adapun cara membedakan polisemi dengan homonim menurut Gorys keraf adalah dengan menelusuri etimologi dan pertalian historis dari kata tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Parera, J.D. Teori Semantik (Edisi ke-2). 2004. Jakarta : Erlangga.
umna 13110006
0 komentar:
Posting Komentar