MAKALAH
SOSIOLINGUISTIK
[ INTERFERENSI DAN
INTEGRASI ]
Oleh :
MUHAMMAD SAYYIDUL ARWAN 13110026
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
BAB 1 PENAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa
sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa
dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian secara internal artinya
pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja,
seperti struktur fonologisnya, morfologisnya atau struktur sintaksisnya.
Kengkajian secara eksternal tidak hanya menggunakan prosedur dan teori
linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang
berkaitan dengan penggunaan bahasa itu. Misalnya sosiologi, psikologi dan
antropologi. Kajian yang bersifat antar disiplin ini (sosiologi, psikologi dan
antropologi) selain untuk merumuskan kaidah-kaidah teoretis antardisiplin juga
bersifat terapan. Artinya, hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi
masalah- masalah yang ada dalam kehidupan praktis masyarakat.
Kajian
sosiolinguistik merupakan salah satu kajian bahasa yang mempunyai beberapa
pembahasan keilmuan, diantaranya yaitu Interferensi dan integrasi. Dua topik
dalam sosiolinguistik ini terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau
lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Adanya kedwibahasaan akan
menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa yaitu
penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena
keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya
kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab timbulnya interferensi
menurut Weinrich adalah tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam menghadapi
kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang jarang
digunakan, kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan
peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan
faktor penyebab terjadinya interferensi.
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiolinguistik pada kajian
Interferensi dan integrasi dalam bahasa. Kajian ini juga menjadi kajian penting
dalam penguasaan keilmuan linguistik dengan disandingkan ilmu lainnya, yaitu
sosiolinguistik.
B.
Rumusan
Masalah
Pengaruh
penggunaan bahasa dalam kebahasaan membuat para pengguna bahasa menggunakannya
terkadang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Adanya pengaruh dari bahasa
daerah dan juga bahasa asing yang diserap kedalam bahasa ibu. Maka akan terjadi
alih kode dan campur kode yang juga merupakan salah satu keterkaitan dalam
peristiwa interferensi dan intergrasi. Sehingga dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud
dengan interferensi?
2. Apakah yang
dimaksud dengan integrasi ?
C.
Tujuan
Makalah
Dari rumusan masalah diatas dapat
diperoleh tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengatahui tentang interferensi
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan integrasi
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
1. Interferensi
Istilah interferansi
pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut adanya perubahan
sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual. Sedangkan
penutur bilingual yaitu penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian
dan penutur multilingual yaitu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa
secara bergantian. Weinreich menganggap bahwa interferensi sebagai gejala
penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada penggunaan bahasa
seorang penutur sebagai akibat pengenalannya terhadap lebih dari satu bahasa,
yakni akibat kontak bahasa.
Dalam
peristiwa interferensi digunakan unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu
bahasa, yang dianggap suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan
bahasa yang digunakan. Dan kemampuan penutur bilingual maupun penutur
multilingual dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga terpengaruh bahasa lain
merupakan penyebab terjadinya interferensi. Kemampuan setiap penutur terhadap
bahasa yang pertama digunakan dengan bahasa kedua itu bervariasi. Ervin dan
Osgood (1965:139) menyatakan bahwa penutur berkemampuan berbahasa sejajar jika
penutur bilingual mempunyai kemampuan terhadap bahasa 1 dengan bahasa 2 sama
baiknya, artinya penutur bilingual tidak mempunyai kesulitan untuk menggunakan
kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku kedua bahasa
tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sedangkan penutur berkemampuan
bahasa majemuk yaitu penutur yang kemampuan berbahasa 2 lebih rendah atau
berbeda dengan kemampuan berbahasa 1, artinya penutur mempunyai kesulitan dalam
menggunakan bahasa 2 karena dipengaruhi bahasa 1. Hartman dan Stork (1972:15)
tidak menyebut interferensi sebagai „pengacauan“ atau „ kekacauan“, melainkan
„kekeliruan“, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran
bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.
Weinreich
membedakan tipe interferensi dalam bidang fonologi menjadi: interferensi
substitusi (penutur Bali), interferensi overdiferensiasi (penutur Tapanuli dan
Jawa), interferensi underdeferensi (penutur Jepang), dan interferensi
reinterpretasi (penutur Hawai). Ahli linguistik edukasional William Mackey
berpendapat bahwa interferensi itu adalah gejala penggunaan unsur- unsur satu
bahasa dalam bahasa lainnya ketika seorang penutur mempergunakan bahasa-bahasa
itu. Faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi itu antara lain adalah
adanya perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan yang tidak
saja dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakatanya. Gejala itu
sendiri terjadi sebagai akibat pengenalan atau pengidentifikasian penutur
terhadap unsur-unsur tertentu dari bahasa sumber, kemudian memakainya dalam
bahasa sasaran.
Di samping itu,
setiap bahasa manapun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia selalu
berubah sesuai dengan perubahan zaman. Setiap bahasa mempunyai caranya
sendiri-sendiri dalam mengembangkan unsur-unsurnya itu. Proses perkembangan ini
tergantung selain kepada unsur internal bahasa itu sendiri, yakni kesiapan
bahasa menerima perubahan yang terjadi pada bahasa itu sendiri juga pada faktor
eksternal bahasa, seperti tuntutan keadaan soaial budaya, tuntutan perkembangan
IPTEK, tuntutan politik bahasa dan lain- lain.
Interferensi
dianggap gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa. Di zaman modern
ini, persentuhan bahasa sudah sedemikian rumit, baik sebagai akibat dari
mobilisasi yang semakin tinggi maupun sebagai kemajuan teknologi komunikasi
yang sangat pesat, maka interferensi dapat dikatakan sebagai gejala yang dapat
mengarah kepada perubahan bahasa terbesar, terpenting dan paling dominan saat
ini.
B.
Jenis
Interferensi
1.
Interferensi
bunyi/Fonetik
Interferensi
terjadi bila penutur itu mengidentifikasi fonem sistem bahasa pertama (bahasa
sumber atau bahasa yang sangat kuat mempengaruhi seorang penutur) dan kemudian
memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran). Dalam mengucapkan
kembali bunyi itu, dia menyesuaikan pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa
pertama. Penutur dari jawa selalu menambahkan bunyi nasal yang homorgan di muka
kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada
kata:/mBandung/, /mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/ dalam
pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata bunyi bahasa Jawa
dalam bahasa Indonesia.
2.
Interferensi
Tatabahasa/Morfologi
Terjadi
apabila seorang penutur mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dan
kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua. Interferensi tata bentuk kata atau
morfologi terjadi bila dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama penutur
menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa kedua.
Misalnya
awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya
terjebak, kekecilan seharusnya terlalu kecil. Dalam bahasa Arab ada sufiks -wi
dan -ni untuk membentuk adjektif seperti dalam kata-kata manusiawi, inderawi,
dan gerejani. Tipe lain interferensi ini adalah interferensi struktur. Yaitu
pemakaian struktur bahasa pertama dalam bahasa kedua. Misalnya kalimat dalam
bahasa Inggris, I and my friend tell that story to my father sebagai hasil
terjemahan dari saya dan teman saya menceritakan cerita itu kepada ayah saya.
Dalam kalimat bahasa Inggris tersebut tampak penggunaan struktur bahasa dalam
bahasa Indonesia. Padahal terjemahan yang baik tersebut sebenarnya adalah My
friend and i tell that story to my father.
3.
Interferensi
Kosakata/Sintaksis
Interferensi
ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata bahasa pertama ke dalam
pemakaian bahasa kedua. Bisa juga terjadi perluasan pemakaian kata bahasa
pertama, yakni memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar
tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di
atas.
Interferensi
kata dasar terjadi apabila misalnya seorang penutur bahasa Indonesia juga
menguasai bahasa Inggris dengan baik, sehingga dalam percakapannya sering
terselip kata-kata bahasa Inggris, sehingga sering terjebak dalam interferensi.
Contohnya:
Planningku
setelah lulus sarjana adalah melanjutkan sekolah ke luar negeri.
Mereka akan
married bulan depan.
4.
Interferensi
Tatamakna/Semantik
Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi
tiga bagian :
Interferensi
perluasan makna atau expansive interference, yakni
peristiwa penyerapan unsur-unsur kosakata ke dalam bahasa lainnya. Misalnya
konsep kata Distanz yang berasal dari kosakata bahasa Inggris distance menjadi
kosakata bahasa Jerman. Atau kata democration menjadi Demokration dan
demokrasi.
Interferensi
penambahan makna atau additive interference, yakni
penambahan kosakata baru dengan makna yang agak khusus meskipun kosakata lama
masih tetap dipergunakan dan masih mempunyai makna lengkap. Misalnya kata
Father dalam bahasa Inggris atau Vater dalam bahasa Jerman menjadi Vati. Pada
usaha-usaha ‘menghaluskan’ makna juga terjadi interferensi, misalnya:
penghalusan kata gelandangan menjadi tunawisma dan tahanan menjadi narapidana.
Interferensi
penggantian makna atau replasive interference, yakni
interferensi yang terjadi karena penggantian kosakata yang disebabkan adanya
perubahan makna seperti kata saya yang berasal dari bahasa melayu sahaya.
Dengan
contoh-contoh di atas maka dapat dibedakan antara campur kode dengan
inteferensi. Campur kode mengacu pada penggunaan serpihan bahasa lain dalam
suatu bahasa, sedangkan interferensi mengacu pada penyimpangan dalam penggunaan
suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Tetapi serpihan-serpihan
berupa klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain masih bisa
dianggap sebagai peristiwa campur kode dan juga interferensi.
C.
Unsur- unsur dalam Interferensi
Sekurang-
kurangnya ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam terjadinya proses
interferensi yaitu:
1.
Bahasa
sumber (source language) atau biasa dikenal dengan sebutan bahasa donor. Bahasa
donor adalah bahasa yang dominan dalam suatu masyarakat bahasa sehingga
unsur-unsur bahasa itu kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antar
warga masyarakat.
2.
Bahasa
sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap adalah bahasa yang
menerima unsur- unsur asing itu dan kemudian menyelaraskan kaidah- kaidah
pelafalan dan penulisannya ke dalam bahsa penerima tersebut.
3.
Unsur
serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di sini adalah
beralihnya unsur- unsur dari bahasa asing menjadi bahasa penerima.
D.
2. Integrasi
Menurut integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau
bulat. Berbeda dengan Mackey menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur
bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi
warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau
pungutan. Penerimaan unsur bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi
berstatus integrasi memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang. Pada
mulanya seorang penutur suatu bahasa menggunakan unsur bahasa lain itu dalam
tuturannya sebagai unsur pinjaman karena terasa diperlukan, misalnya karena
dalam B1-nya unsur tersebut belum ada padanannya (atau bisa juga telah ada
tetapi dia tidak mengetahuinya). Kalau kemudian unsur asing yang digunakan juga
oleh orang lain, maka jadilah unsur tersebut berstatus sebagai unsur yang sudah
berintegrasi. Umpamanya, kata inggris research
pada tahun 60-an sampai tahun 70-an digunakan sebagai unsur yang belum
berintegrasi. Ucapan dan ejaannya masih menurut bahasa aslinya. Tetapi kemudian
ucapan dan ejaannya mengalami penyesuaian, sehingga ditulis sebagai riset. Maka, sejak itu kata riset tidak dianggap lagi sebagai unsur
pinjaman, melainkan sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia, atau kosakata
bahasa Inggris yang telah berintegrasi ke dalam baasa Indonesia.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, di dalam
bahasa (Indonesia) pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur
Indonesia mendengar butir-butir leksikal itu dituturkan oleh penutur aslinya,
lalu mencoba menggunakannya. Apa yang
terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, lalu dituliskan. Oleh
karena itu, kosakata yang diterima secara
audial seringkali menampakkan ciri
ketidakteraturan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya.
Pada tahap berikutnya, terutama setelah pemerintah mengeluarkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan penerimaan dan penyerapan kata asing dilakukan secara visual. Artinya, penyerapan itu
dilakukan melalui bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, lalu bentuk tulisan itu
disesuaikan menurut aturan yang terdapat dalam kedua dokumen kebahasaan di
atas. Umpamanya: System menjadi sistem (bukan sistim) Phonem menjadi fonem, Standard menjadi standar, Standardisation menjadi standardisasi,Hierarchy menjadi hierarki (bukan hirarki),Repertoire
menjadi repertoir (bukan repertoar)
Penyerapan unsur asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan
hanya melalui penyerapan kata asing itu yang disertai dengan penyesuaian lafal
dan ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara : penerjemahan langsung,
dan penerjemahan konsep. Penerjemahan langsung, artinya kosakata itu dicarikan
padanannya dalam bahasa Indonesia.Misalnya:Airport
menjadi bandar udara, Paardekrachi
menjadi tenaga kuda, Samen werking
menjadi kerja sama dan lain-lain.
Penerjemahan
konsep artinya, kosakata asing itu diteliti baik-baik konsepnya dekat dengan
kosakata asing tersebut. Misalnya: Network
menjadi jaringan, Medication menjadi
pengobatan Kalau sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka
artinya kata serapan itu sudah disetujui. karena itu, proses yang terjadi dalam
integrasi ini lazim juga disebut dengan konvergensi.
BAB 3 PENUTUP
Interferensi dan integrasi merupakan
dua topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat adanya penggunaan
dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual.Peristiwa
interferensi juga menggunakan unsur-unsur bahasa lain dalam penggunaan suatu
bahasa yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau
aturan bahasa yang digunakan. Penyebab terjadinya interferensi ini
adalah terpulang pada kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu
sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonil Agustina.2010.Sosiolinguistik Perkenalan Awal.Jakarta:Rineka
Cipta
Hanum,
Inayah.2011.Sosiolinguistik.Medan:UNIMED
Nababan, P.W.J.1991.Sosiolinguistik Suatu Pengantar.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama